Vitamin D untuk Bayi
Belakangan ini ramai dibicarakan perlukah bayi mendapat suplementasi vitamin D. Beberapa berpendapat bahwa semua kebutuhan nutrisi bayi akan dicukupi dari air susu ibu (ASI), tetapi ada juga yang menyatakan bahwa karena kandungan vitamin D dalam ASI hanya sedikit, terlebih bila ibunya juga kekurangan vitamin D, maka bayi perlu mendapat suplementasi vitamin D, atau ibunya yang mendapat suplementasi. Manakah yang benar?
Vitamin D merupakan salah satu jenis mikronutrien yang sangat penting untuk bayi dalam masa pertumbuhan yang sangat pesat, karena dibutuhkan untuk pembentukan gigi dan tulang yang kuat. Selain itu vitamin D juga berperan dalam pengaturan sistem imun dan anti peradangan, sehingga berperan dalam menurunkan risiko berbagai penyakit kronis di masa dewasa kelak.
Vitamin D berperan dalam pembentukan tulang dan gigi antara lain dengan cara meningkatkan efisiensi penyerapan kalsium dari makanan, serta meningkatkan pembentukan protein matriks tulang untuk membentuk tulang baru dan menekan pemecahan matriks tulang. Kekurangan vitamin D pada bayi dapat bermanifestasi sebagai gagal tumbuh, kelemahan otot, nyeri tulang, sensitif terhadap infeksi pernapasan, dan penyakit Riketsia. Riketsia adalah penyakit akibat kelainan mineralisasi pada tulang yang masih bertumbuh ditandai dengan keterlambatan pertumbuhan gigi, penurunan kepadatan tulang (tulang lunak), hingga perubahan struktur tulang berupa pembesaran pergelangan tangan dan kaki, lutut membengkok ke arah dalam dan tungkai berbentuk O.
Vitamin D dapat diperoleh dengan cara disintesis sendiri oleh kulit dengan bantuan sinar ultraviolet B (UV B) dari matahari dan dari bahan makanan sumber. Pada bayi, sumber utama adalah dari air susu ibu (ASI) dan makanan pendamping. Bahan makanan sumber yang kaya akan vitamin D adalah ikan tuna, ikan sardin, ikan salmon, susu sapi, keju, kuning telur.
Di beberapa negara subtropics dengan paparan sinar matahari yang terbatas hanya pada bulan-bulan tertentu, kejadian kekurangan vitamin D pada bayi cukup tinggi. Walaupun demikian, Indonesia sebagai negara tropis yang mendapat paparan sinar matahari sepanjang tahun, berdasarkan penelitian Soesanti dkk pada tahun 2013, memiliki angka kejadian kekurangan vitamin D pada anak yang tinggi (75,8%). Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain cuaca, luas bagian kulit yang terpapar, tingkat perlindungan UV pada tubuh (dipengaruhi oleh pakaian dan tabir surya), kebiasaan berkegiatan di dalam ruangan, serta tingkat pigmentasi kulit. Individu dengan tingkat pigmentasi kulit yang lebih gelap membutuhkan paparan sinar UV B 510 kali lipat lebih banyak untuk memproduksi kadar vitamin D yang sama dibandingkan dengan individu dengan pigmentasi kulit yang lebih sedikit.
Kadar vitamin D ibu selama kehamilan hingga masa menyusui memengaruhi kadar vitamin D bayi. Selama kehamilan, vitamin D dibutuhkan untuk perkembangan tulang janin, pembentukan enamel gigi dan tumbuh kembang janin secara umum. Selama enam bulan pertama masa menyusui, bayi yang mendapat ASI eksklusif hanya mendapat asupan vitamin D dari ASI, sehingga penting sekali untuk memenuhi asupan vitamin D atau paparan sinar matahari pada ibu menyusui dan bayi. ASI hanya mengandung sedikit vitamin D, oleh karena itu bayi perlu mendapat cukup paparan sinar matahari untuk memenuhi kebutuhan vitamin D-nya.
Beberapa negara di Eropa dan Amerika telah menganjurkan suplementasi vitamin D untuk bayi di bawah satu tahun sebesar 400 IU/hari karena tingginya kejadian kekurangan vitamin D baik pada anak, ibu hamil maupun menyusui, dan bayi yang mendapat ASI eksklusif. Pada bayi yang mendapat susu formula tidak dianjurkan pemberian suplementasi karena biasanya susu formula sudah difortifikasi berbagai vitamin dan mineral.
Penelitian tahun 2015 menemukan bahwa suplementasi vitamin D dosis tinggi (6.400 IU/hari) untuk ibu menyusui dapat mencegah kekurangan vitamin D untuk bayi dengan ASI eksklusif. Penelitian terbaru juga menemukan fakta bahwa ibu lebih memilih untuk mengonsumsi suplemen vitamin D dibandingkan memberikan suplementasi vitamin D untuk bayinya. Di Indonesia sendiri belum ada anjuran untuk pemberian suplementasi vitamin D baik untuk bayi maupun pada ibu menyusui.
Disarankan untuk ibu selama hamil dan menyusui mengonsumsi makanan yang kaya akan vitamin D, serta beraktivitas fisik di luar ruangan agar terpapar sinar matahari sehingga memenuhi kebutuhan vitamin D-nya. Jangan lupa bayi juga perlu mendapat cukup paparan sinar matahari dan mengonsumsi makanan yang kaya vitamin D setelah mulai mendapat makanan pendamping.
Ditulis oleh: dr. Dian Novita Chandra, M.Gizi
Referensi:
Jan Mohamed HJ, Rowan A, Fong B, Loy S-L.Maternal Serum and Breast Milk Vitamin D Levels: Findings from the UniversitiSains Malaysia Pregnancy Cohort Study. PLoS ONE2014;9(7): e100705.
Hollis BW, Wagner CL, Howard CR, Ebeling M, Shary JR, Smith PG, et al. Maternal versus infant vitamin D supplementation during lactation: a randomized controlled trial. Pediatrics 2015;136:62536.
Streym SV, Hjskov CS, Mller UK, Heickendorff L, Vestergaard P, Mosekilde L, et al. Vitamin D content in human breast milk: a 9-mo follow up study. Am J ClinNutr 2016;103:10714.
Umeratiya PJ, Oberhelman SS, Cozine EW, Maxson JA, Quigg SM, Thacher TD. Maternal preferences for vitamin D supplementation in breastfed infants. Ann Fam Med 2017;15:68-70.
Soesanti F, Pulungan A, Tridjaja B, Batubara JRL. Vitamin D profile in healthy children aged 7-12 years old in Indonesia. International Journal of Pediatric Endocrinology 2013;Suppl 1:167.
0 Response to "Vitamin D untuk Bayi"
Post a Comment