Anak-anak Jadi Korban Bencana Alam. Bagaimana Menanggulanginya
?
Indonesia kembali dirundung duka dengan terjadinya bencana alam yang menguncang Pulau Lombok dan Pulau Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (NTB).
Gempa bumi terjadi pada hari Minggu, 29 Juli 2018, pukul 05.47 WIB, pada wilayah Lombok, Bali dan Sumbawa.
Menurut hasil analisis BMKG menunjukkan gempa bumi ini memiliki kekuatan M=6,4. Episenter gempabumi terletak pada koordinat 8,4 LS dan 116,5 BT, atau tepatnya berlokasi di darat pada jarak 47 km arah timur laut Kota Mataram, Provinsi Nusa Tenggara Barat pada kedalaman 24 km.
Gempa terjadi akibat akivitas Sesar Naik Flores. Hingga berita diturunkan, gempa dinyatakan tidak berpotensi tsunami namungempa susulan terus berlangsung dengan intensitas gempa yang lebih kecil.
Menanggapi hal ini pihak BMKG menghimbau agar masyarakat tetap tenang dan mengikuti arahan Badan Nasional Penanggulangan bencana (BPBD) setempat, serta informasi dari BMKG. Jangan terpancing oleh isu yang tidak bertanggung jawab mengenai gempa bumi dan tsunami.
BMKG juga memperingati agar masyarakat NTB dan sekitarnya tetap waspada dengan kejadian gempa susulan yang pada umumnya kekuatannya semakin mengecil.
Gempa Bumi Merenggut Korban Jiwa
Kabar terbaru pada Minggu (29/7) pukul 06.24 WITA yang diterima oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Nusa Tenggara Barat menyebutkan bahwa sebanyak 16 orang meninggal dunia akibat gempa bumi berkekuatan 6,4 pada Skala Richter (SR) di Pulau Lombok.
Dialnsir dari Kantor Berita Antara, BPBD NTB H Mohammad Rum menyebutkan bahwa jumlah korban meninggal dunia yang dilaporkan hingga pukul 20.00 WITA sebanyak 16 orang diantaranya korban meninggal dunia di Kecamatan Sambelia, Kabupaten Lombok Timur, sebanyak sembilan orang, yakni Papuk Bambang (60), Zahra (3), Adiatul Aini (27), Herniati 35), Firdaus (7), Mapatul Akherah (7), Baiq Nila Wati (19), Herli (9), dan Fatmirani (27). Sedangkan di Kecamatan Sembalun, atas nama Inak Marah (80).
Korban meninggal dunia di Kabupaten Lombok Utara, sebanyak empat orang, yakni Juniarto (8), Rusdin (34), Sandi (20), dan Nutranep (13).
Ada juga dua orang wisatawan meninggal dunia, yakni Siti Nur Ismawida (30), warga Malaysia.
Muhammad Ainul Muksin, asal Makassar, Sulawesi Selatan, yang tewas tertimpa material longsor di jalur pendakian Gunung Rinjani.
Orangtua berperan penting dalam memberikan perlindungan ketika terjadi bencana
Bencana alam memang sulit dihindari, namun kita patut waspada mengingat bencana alam dapat terjadi kapan saja tanpa kita kira.
Sebagai orangtua, kita juga tak hanya memikirkan diri kita untuk mendapatkan perlindungan pencegahan bencana alam, namun kita juga perlu memikirkan langkah awal untuk bisa menyelamatkan anak-anak kita agar tidak menjadi korban pada bencana alam.
Pada peristiwa bencana gempa di Pulau Lombok dan Pulau Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (NTB) sebagian korban adalah anak-anak yang masih dibawah perlindungan orangtua.
Sebenarnya apa yang harus dilakukan orangtua untuk memberikan perlindungan pada anak ketika mengalami bencana alam?
Untuk menjawab pertanyaan ini, Popmama.com mewawancarai Komisioner Bidang Keluarga dan Pengasuhan dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Rita Pranawati, MA.
Bagaimana peran orangtua ketika terjadi bencana alam?
Menurut Rita Pranawati, ketika terjadi bencana alam seperti gempa bumi orangtua perlu tanggap dengan perlindungan dan penyelamatan bencana.
"Misalnya saat terjadi gempa bumi, maka kita jangan berlindung di dekat tembok, berlari ketempat aman seperti dibawah meja atau tempat terbuka yang tidak ada pohon-pohon atau tiang. Tetap tenang dan buat anak merasa nyaman ketika mendapatkan perlindungan dari kita," ujar Rita.
Saat terjadi gempa, anak pasti merasa panik. Apalagi jika ini jadi pengalaman mereka mengalami bencana alam. Maka penting bagi orangtua untuk bisa memahami betul bekal-bekal perlindungan bencana.
"Jika keadaannya terpisah dengan anak, maka lakukan penyelamatan untuk diri sendiri terlebih dahulu. Usai bencana, datangi petugas setempat dengan memberikan penjelasan yang baik tentang anak atau keluarga yang hilang agar petugas dapat membantu menemukan mereka,"tambahnya.
Menurut Rita saat selesai terjadi bencana alam, sebagian anak mengalami trauma. Agar trauma ini tidak berkepanjangan Rita menghimbau agar orangtua patut menjelaskan pada anak tentang bencana alam.
Berikan pengertian bahwa bencana alam adalah kejadian diluar kuasa manusia yang bisa terjadi kapan saja. Jika anak masih dibawah umur maka tugas orangtua adalah tidak memperlihatkan bahwa kamu sedang panik dan bersedih. Orangtua harus menghibur dan membuat anak merasa nyaman meski sedang berada di pengungsian,"katanya.
Jangan abaikan simulasi penanggulangan bencana alam yang dilakukan pemerintah
Rita menambahkan bahwa saat ini pemerintah memiliki program simulasi penanggulangan bencana gempa bumi dan tsunami.
Program tersebut dilakukan di sekolah, perkantoran, dan perumahan warga. Oleh sebab itu, Rita menambahkan bahwa ini menjadi hal yang harus dimanfaatkan oleh orangtua untuk mengenalkan bagaimana cara mempersiapkan anak menghadapi bencana alam.
Hal yang perlu diperhatikan ketika berada di pengungsian
Saat mengungsi, orangtua dibantu petugas setempat perlu memperhatikan situasi pengungsian agar kondisinya baik bagi bayi dan balita dari sisi kesehatan dan kebersihannya.
Seperti kita ketahui ketika dalam pengungsian, tempat pengungsian hanya menyediakan makanan instan yang hanya bisa dikonsumsi orang dewasa. Padahal ibu menyusui dan anak-anak memerlukan perhatian khusus. Jangan sampai ibu tidak dapat menyusui karena ASI tidak mengalir lancar akibat kurangnya gizi yang ia konsumsi.
Selain itu, anak usia 2 sampai 5 tahun juga perlu diperhatikan makanannya dan berbeda dengan pengungsi lain agar tidak terjadi gangguan saluran cerna pada anak-anak. Menurut saya, hal-hal ini patut diperhatikan otangtua dan petugas terkait agar kebutuhan gizi anak-anaak terpenuhi ketika sedang berada dipengungsian,tambahnya.
Ketika beristirahat, tidur pun saat pasca bencana bisa dimana saja dan bersama dengan banyak orang. Kejahatan seksual juga bisa terjadi pada anak-anak.
Kadang-kadang ada saja orang yang memanfaatkan memancing di air keruh. Perlindungan ekstra harus dilakukan agar anak tidak menjadi korban pelecehan seksual dikondisi setelah terjadi bencana alam, ungkapnya.
Jika anak mengalami trauma, ini yang harus dilakukan orangtua
Prinsipnya harus dipahamkan pada anak ketika mengalami bencana alam terjadi diluar kuasa manusia.
Saat alami bencana alam orangtua tidak menularkan kepanikan kepada anak-anak sebaiknya mereka diberikan pemahaman seperti mengatakan bahwa semua akan kembali seperti biasanya, ia akan bisa bermain lagi, sekolah lagi seperti biasanya, barang-barang yang rusak bisa kembali dibeli. Buat anak merasa nyaman berada ditengah orang-orang tercinta. Hibur terus mereka untuk tetap semangat menjalani harinya pasca bencana alam.
Ini sulit memang dilakukan, tapi ini jadi penting agar anak tidak mengalami trauma dimasa depan.
0 Response to "Anak-anak Jadi Korban Bencana Alam. Bagaimana Menanggulanginya"
Post a Comment