Apa yang Terjadi Kalau Bayi Tidak Imunisasi




Apakah anak Anda sudah mendapat imunisasi lengkap? Imunisasi bayi merupakan hal penting yang harus diberikan kepada si kecil setelah ia lahir. Pasalnya, prosedur ini berguna untuk mencegah anak terkena infeksi penyakit di masa yang akan datang.


Sayangnya, masih banyak orangtua yang ragu untuk melakukan imunisasi bayi karena takut anaknya sakit setelahnya. Alhasil, bayi pun tidak mendapat vaksin yang dibutuhkan. Lantas, mengapa imunisasi bayi penting dan apa dampaknya jika anak tidak diimunisasi? Simak ulasan lengkapnya dalam artikel ini.


Mengapa imunisasi bayi penting dilakukan?


Sebenarnya, anak memiliki kemampuan untuk melindungi diri dari virus dan bakteri sejak ia masih dalam kandungan. Ini dikarenakan sel pembentuk antibodi, sel B dan sel T, telah terbentuk sejak usia kehamilan 14 minggu dan terus berkembang di tahun pertama kelahiran.


Meski begitu, sistem imun bayi tidak sekuat sistem imun orang dewasa. Sebab, antibodi yang berasal dari tubuh ibu akan mengalami penurunan secara pasif selama beberapa bulan pertama. Akibatnya, bayi sangat rentan terhadap penyakit karena di dalam tubuhnya belum terbentuk sistem kekebalan tubuh yang kuat.


Dengan melakukan imunisasi bayi, berarti Anda melindungi bayi Anda dari berbagai penyakit di masa yang akan datang. Ya, vaksin yang disuntikkan ke dalam tubuh anak Anda akan membantu sistem kekebalan tubuh anak untuk membentuk antibodi, yang berfungsi untuk melawan virus atau bakteri yang masuk ke tubuhnya. Nah, hal inilah yang dapat mencegah anak terkena berbagai macam penyakit yang berbahaya.


Lebih jauh dari itu, prosedur ini juga dapat menyelamatkan hidup anak Anda. Pada zaman dahulu, banyak anak menderita sakit seperti polio, dan penyakit tersebut menyebabkan banyak anak meninggal dunia. Dengan kemajuan ilmu dan teknologi, vaksin diciptakan untuk memberantas penyakit tersebut dan hasilnya sekarang sudah sedikit anak-anak yang menderita penyakit berbahaya.


Namun, sebenarnya bukan itu saja yang menjadi alasan mengapa Anda harus membawa anak untuk diimunisasi. Terdapat tiga alasan penting mengapa imunisasi bayi wajib dilakukan:



  • Prosedur ini cepat, aman, dan sangat efektif.

  • Sekali anak Anda diimunisasi, tubuh anak dapat melawan penyakit lebih baik.

  • Jika anak tidak diimunisasi, anak akan mempunyai risiko lebih tinggi untuk terkena penyakit yang dapat menyebabkan kecacatan, bahkan kematian.


Jadwal imunisasi bayi wajib di Indonesia


Di Indonesia, tiap bayi di bawah umur satu tahun harus mendapatkan imunisasi dasar lengkap. Imunisasi ini berguna untuk mencegah bayi terkena penyakit polio, campak, tuberkulosis (TBC), difteri, pertusis atau batuk rejan, tetanus, dan hepatitis B.


Imunisasi wajib harus diberikan sesuai dengan jenis vaksin dan jadwal imunisasi yang ditetapkan dalam Pedoman Penyelenggaraan Imunisasi (PPI) dan diberikan secara cuma-cuma, alias gratis. Caranya mudah. Cukup datang ke pusat layanan kesehatan yang ada di pemerintah, misalnya rumah sakit pemerintah, posyandu, dan puskesmas. Berikut ini daftar munisasi dasar lengkap yang harus diketahui para orangtua:


1. Hepatitis B


Pemberian imunisasi anak ini ditujukan untuk menangkal infeksi organ hati karena virus hepatitis B dari ibu ke anak saat proses kelahiran. Hal tersebut menjadi penting karena infeksi hepatitis B dapat menyebabkan kanker hati dan sirosis.


Jadwal imunisasi ini diberikan tiga kali. Pertama, dalam waktu kurang dari 24 jam setelah bayi lahir. Kemudian pemberian vaksin berlanjut saat bayi berumur 1 bulan. Setelah itu diberikan saat rentang usia bayi 3 sampai 6 bulan.


2. Polio


Polio atau yang juga dikenal dengan penyakit lumpuh layu termasuk sebagai salah satu penyakit menular yang disebabkan oleh virus dalam saluran pencernaan dan tenggorokan. Sekali anak Anda terkena penyakit ini pada kaki dan/atau tangannya, maka tidak ada obat yang dapat menyembuhkannya. Bahkan kadang dapat menyebabkan kelumpuhan otot pernafasan yang menyebabkan kematian.


Meski begitu, ada cara mencegah penyakit ini, yaitu dengan melakukan vaksinasi polio pada usia di bawah lima tahun. Biasanya prosedur ini dilakukan lewat obat tetes atau oral (OPV) dan suntik (IPV).


Jadwal imunisasi polio diberikan sebanyak 4 kali sebelum bayi berusia 6 bulan. Tenaga kesehatan bisanya memberikan vaksin polio saat anak baru lahir, kemudian pada saat usia anak dua bulan, empat bulan, dan enam bulan. Jika Anda telah menjalani empat dosis vaksin polio semasa kanak-kanak, maka Anda disarankan untuk  menjalani vaksin polio booster sebagai penguat sebanyak satu kali.


3. BCG


Berdasarkan data dari Badan Kesehatan Dunia atau WHO tahun 2015, Indonesia masuk dalam enam negara yang memiliki kasus penyakit TBC terbanyak. TBC merupakan penyakit menular berbahaya yang dapat menyebabkan kecacatan bahkan kematian. Nah, salah satu cara terbaik untuk mencegah TBC adalah dengan memberikan vaksin BCG.


Jadwal imunisasi BCG hanya satu kali pada anak usia di bawah dua bulan. Jika bayi sudah berumur lebih dari tiga bulan, maka harus dilakukan uji tuberkulin terlebih dahulu. Nah, jika hasil tuberkulin negatif, maka BCG dapat diberikan.


4. DPT


Imunisasi DPT adalah jenis imunisiasi gabungan untuk mencegah penyakit difteri, pertusis (batuk rejan), dan tetanus. Ketiga penyakit tersebut berkaitan dengan penyakit saluran pernapasan. Penyakit difteri dapat menyebabkan pembengkakan dan sumbatan jalan nafas, serta mengeluarkan racun yang dapat melumpuhkan otot jantung. Penyakit pertusis atau batuk rejan dapat menyebabkan infeksi saluran nafas berat (pneumonia). Kuman Sementara penyakit tetanus dapat mengeluarkan racun yang menyerang syaraf otot tubuh, sehingga otot menjadi kaku, sulit bergerak dan sulit bernafas.


Jadwal imunisasi DPT dilakukan sebanyak lima kali sejak anak berusia dua bulan hingga enam tahun. Seorang anak akan imunisasi DPT pada usia dua bulan, empat bulan, enam bulan, antara 18-24 bulan dan terakhir lima tahun.


Jika semasa kanak-kanak Anda belum pernah mendapatkan imunisasi DPT, maka Anda direkomendasikan untuk melakukan vaksinasi Tdap, yaitu imunisasi DPT lanjutan yang diperuntukan untuk orang dewasa. Vaksin Tdap hanya diberikan sekali seumur hidup, namun disarankan untuk menyutikan vaksin penguat setiap 10 tahun sekali. Kosultasikan lebih lanjut ke dokter Anda sebelum melakukan imunisasi DPT lanjutan.


5. Campak


Campak merupakan penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh virus. Jika tidak segera ditangani, penyakit ini dapat menyebabkan komplikasi radang paru, radang otak, serta kebutaan. Dalam banyak kasus, penyakit campak seringnya terjadi pada masa anak-anak. Anda dapat mengurangi risiko anak Anda terkena penyakit ini dengan imunisasi campak.


Jadwal imunisasi campak diberikan pertama kali pada bayi usia 9 bulan. Setelah itu, dilanjutkan pemberian imunisasi campak kedua kalinya pada usia 18 bulan dan pemberian ketiga pada usia 6-7 tahun atau saat anak baru masuk sekolah. Imunisasi campak kedua tidak perlu diberikan bila anak sudah mendapatkan imunisasi MR.


Daftar imunisasi anak tambahan yang juga bisa diberikan


Berbeda dengan imunisasi dasar lengkap yang sifatnya wajib, imunisasi anak tambahan adalah prosedur yang dapat diberikan kepada seseorang sesuai dengan kebutuhannya dalam rangka melindungi dirinya dari penyakit tertentu. Jadwal imunisasi anak ini biasanya dapat sesuaikan dengan kebutuhan Anda atau si kecil.


Berikut ini beberapa daftar imunisasi tambahan yang juga dianjurkan untuk dilakukan anak maupun orang dewasa:



  • Imunisasi MR, diberikan untuk mencegah dua penyakit, yaitu measles (campak) dan rubella (campak Jerman). Imunisasi MR dapat diberikan untuk semua anak usia 9 bulan sampai dengan usia kurang dari 15 tahun. Jika anak sudah mendapatkan imuniasasi campak pada usia 9 bulan, maka pemberian imunisasi MR dilakukan pada usia 15 bulan (minimal jarak pemberian 6 bulan). Pemberian imunisasi MR kedua (booster) dilakukan saat anak berusia 5 tahun.

  • Pneumokokus (PCV), dapat diberikan pada anak usia 7-12 bulan sebanyak 2 kali dengan interval 2 bulan. Bila diberikan pada anak usia di atas 2 tahun, PCV cukup diberikan sebanyak 1 kali. Vaksin ini berfungsi untuk melindungi tubuh dari bakteri pneumokokus yang dapat menyebabkan pneumonia, meningitis, dan infeksi telinga.

  • Hepatitis A, dapat mulai diberikan saat anak berusia 2 tahun. Berikan sebanyak 2 kali dengan interval 6-12 bulan.

  • Varisela, diberikan setelah anak berusia 12 bulan, paling baik diberikan sebelum anak masuk sekolah dasar. Vaksin ini berfungsi untuk mencegah anak dari cacar air.

  • Influenza, diberikan pada anak minimal usia 6 bulan, dan diulang setiap tahun.

  • HPV (human papiloma virus), dapat mulai diberikan saat anak sudah berusia 10 tahun. Vaksin ini melindungi tubuh dari human papiloma virus yang dapat menyebabkan kanker mulut rahim



Bagaimana jika imunisasi bayi telat dilakukan?


Mungkin Anda sempat lupa untuk membawa anaknya ke posyandu, puskesmas, bidan, maupun dokter anak untuk diimunisasi. Atau mungkin anak sedang batuk, pilek, demam, atau diare saat jadwal imunisasi anak sehingga Anda sebagai ibu tidak berani melakukan prosedur ni pada anak Anda. Sebenarnya, pemberian imunisasi anak tetap aman dan dianjurkan meskipun saat akan diimunisasi anak Anda sedang sakit ringan seperti batuk, pilek, infeksi telinga, atau demam ringan. Namun, sebaiknya konsultasikan dulu dengan dokter soal kondisi anak sebelum melakukan prosedur ini.


Secara umum, jika imunisasi anak terlewat atau telat diberikan, sebaiknya segera bawa anak Anda untuk diimunisasi. Pemberian vaksin yang tidak sesuai jadwal tidak masalah, asalkan pemberian kelima vaksin tersebut (imunisasi dasar lengkap) dilakukan pada saat anak masih berusia di bawah 1 tahun. Segera mintakan imunisasi anak yang telat tersebut agar anak tidak berisiko tertular penyakit yang berbahaya.


Bagaimana jika bayi tidak diimunisasi sama sekali?


Sebagian kecil dari Anda mungkin masih meragukan prosedur ini. Beberapa cerita di luar sana menyebutkan bahwa prosedur ini justru menyebabkan anak sakit. Namun, imunisasi bayi dijamin aman karena sejumlah ilmuwan terus bekerja untuk membuat vaksin lebih aman dari waktu ke waktu. Sebelum mendapat lisensi dan diedarkan, vaksin pasti mengalami sejumlah pengujian untuk menjamin keamanannya. Perlu dipahami bahwa meski prosedur ini belum 100 persen efektif dalam mencegah penyakit tertentu, namun gejala penyakit yang dialami tentu akan jauh lebih ringan ketimbang dengan anak yang tak diimunisasi sama sekali.


Jika anak tidak diimunisasi sama sekali, anak akan berisiko terkena penyakit-penyakit yang telah disebutkan di atas, parahnya lagi penyakit tersebut bisa menyebabkan kematian pada anak. Sistem kekebalan tubuh pada anak yang tidak diimunisasi tidak akan sekuat anak yang diimunisasi. Ini karena tubuh tidak mengenali virus penyakit yang masuk ke tubuh sehingga tidak bisa melawannya. Akibatnya, anak jadi rentan terhadap penyakit. Jika anak yang tidak diimunisasi ini menderita sakit, ia juga dapat menularkannya ke orang sekitarnya sehingga juga membahayakan orang lain.


Mewaspadai berbagai efek samping imuniasasi anak


Sama seperti pemberiaan obat-obatan ataupun prosedur medis lainnya, imunisasi anak juga memiliki efek samping. Tak jarang, orang dewasa yang baru diimunisasi juga akan merasakan efek samping ini. Meski begitu, efek samping setelah diimunisasi umumnya tergolong ringan dan dapat hilang dengan sendirinya tanpa perawatan kusus. Oleh sebab itu, Anda jangan khawatir.


Ingatlah selalu jika efek samping yang timbul setelah diimunisasi jauh lebih rendah dibanding dengan risiko penyakit menular berbahaya yang sebenarnya dapat dicegah dengan prosedur ini.


Berikut ini beberapa efek samping paling umum yang dapat ditimbulkan setelah diimunisasi:


1. Nyeri, bengkak, dan kemerahan pada area yang disuntik


Setelah diimunisasi, anak Anda mungkin akan merasakan nyeri pada area yang disuntik. Selanjutnya akan muncul juga pembengkakan dan kemerahan pada area yang disuntik. Anda jangan khwatir karena ini adalah hal wajar yang tidak membahayakan.


Anda dapat mengurangi efek samping ini dengan kompres dingin. Kompres dingin dapat membantu meringankan rasa tidak nyaman serta mengurangi pembengkakan yang muncul padabekas  lokasi suntikan. Umumnya gejala-gejala ini akan muncul setelah diimunisasi dan akan hilang sendiri dalam waktu satu hingga dua hari.


4. Gejala seperti mau sakit flu


Setelah diimunisasi, Anda atau si kecil mungkin mengalami gejala-gejala seolah Anda terinfeksi virus flu. Gejalanya antara lain:



  • Demam ringan

  • Sakit maag

  • Muntah

  • Nafsu makan menurun

  • Sakit kepala

  • Lemas dan pegal-pegal


Pada dasarnya prosedur ini bekerja dengan meniru cara kerja infeksi. Oleh sebab itu. terkadang prosedur ini akan memberikan efek seolah-olah tubuh Anda sedang terinfeksi suatu virus. Meski begitu, infeksi ini tidak menyebabkan penyakit, justru akan melatih tubuh untuk membangun kekebalan terhadap penyakit.


Efek samping yang serius memang sangat jarang sekali terjadi. Akan tetapi, dalam kondisi tertentu, seseorang bisa saja mengalami berbagai efek samping di bawah ini setelah diimunisasi, seperti:



  • Reaksi alergi parah atau anafilaktik yang ditandai dengan kesulitan bernafas dan tekanan darah turun.

  • Kejang.

  • Demam tinggi.

  • Nyeri sendi atau otot kaku.

  • Infeksi paru-paru.


Jika Anda atau anak menunjukkan tanda-tanda efek samping serius seperti di atas,atau Anda khawatir terkait gejala efek samping yang tidak wajar, segera cari bantuan medis darurat atau periksa ke dokter untuk mendapatkan perawatan yang tepat sesuai dengan kondisi Anda.


0 Response to "Apa yang Terjadi Kalau Bayi Tidak Imunisasi"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

loading...

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel

loading...