Yang Terjadi Pada Anak di Fase Cermin (Mirror Stage)




Mirror stage atau fase cermin merupakan sebuah psikoanalisis yang diciptakan oleh Jacques Lacan, psikoanalis terkenal asal Prancis. Dalam pemikiran psikoanalisisnya, Lacan memaparkan tahap-tahap perkembangan manusia yang ia tuangkan dalam essai berjudul Le Stade du Miroir. Fase cermin merupakan fase yang terjadi pada saat bayi berumur 6-18 bulan. Fase cermin ini menawarkan sebuah analisis terhadap orangtua yang dalam banyak hal melengkapi analisis terhadap perkembangan seorang bayi. 


Apa itu fase cermin (mirror stage)?


Pada fase cermin, ketika bayi melihat bayangannya yang dipantulkan oleh cermin, ia akan melihat dan mengenali dirinya sendiri. Ia mulai membedakan diri dari orang-orang di sekitarnya, misalnya dengan memisahkan diri dari ibunya. Ia juga menganggap bahwa dirinya merupakan satu kesatuan yang utuh. Melalui penglihatan itu, ia juga membedakan dirinya dari orang lain. Ia menganggap bahwa dirinya ideal, yaitu diri yang utuh tanpa kekurangan apapun. Dari pantulan itu, ia menciptakan diri-nya atau ego.


Akan tetapi, sebenarnya yang dilihatnya merupakan citra atau image yang tidak lebih dari sekadar pantulan saja. Citra itu tidak nyata. Pada saat itu, bayi mengalami mconnaissance, yaitu kesalahan dalam pengenalan diri. Citra sempurna dan utuh yang ditampilkan cermin tidak pernah sejalan dengan keadaan individu yang sebenarnya. Oleh sebab itu, tahap itu juga dikenal sebagai fase imajiner.


Fase cermin ini merupakan salah satu fase dari seluruh fase perkembangan manusia, di mana menurut Lacan, dalam perkembangannya menuju dewasa, seorang manusia akan melalui tiga fase, yaitu :


1. Fase nyata


Tahap nyata adalah tahapan yang terkait dengan fase kebutuhan. Seorang manusia, dalam hal ini bayi usia 0-6 bulan, tidak dapat dipisahkan dari ibunya. Bayi menganggap tidak ada perbedaan antara dirinya dan ibunya karena ia belum mempunyai konsep atau pemahaman akan tubuhnya sendiri. Seorang bayi dikendalikan oleh kebutuhan-kebutuhan yang mampu dipenuhi dan dipuaskan oleh objek. Sebagai contoh, ketika bayi membutuhkan makanan, ia mendapatkan susu dari payudara atau botol susu. Ketika bayi membutuhkan kenyamanan dan keamanan, ia mendapatkan pelukan.


Dalam fase ini, tidak ada kebutuhan bayi yang tidak dapat dipuaskan. Bayi tidak mengenali perbedaan antara dirinya dan objek pemuas kebutuhannya karena mereka dianggap entitas yang satu. Ia tidak mengenali bahwa sebuah objek, seperti payudara, merupakan bagian dari objek lain (dalam hal ini adalah ibu) karena ia belum memiliki konsep apapun tentang subjek (diri sendiri) dan objek (orang lain).


2. Fase imajiner


Fase imajiner inilah yang disebut sebagai fase cermin atau mirror stage, yang terjadi ketika bayi berusia 6-18 bulan. Pada tahapan ini, bayi mulai mengenal adanya konsep subjek dan objek walaupun belum seutuhnya. Ia menganggap ada aku lain dalam dirinya, ia menyadari bahwa di luar dirinya ada benda-benda yang bukan bagian dari dirinya, dan bahwa dirinya terpisah dari benda-benda tersebut. Kesadaran akan keterpisahan itu menciptakan kecemasan dan perasaan kehilangan. Hal ini membuat bayi ingin kembali kepada perasaan awal yang pernah ia rasakan di fase nyata. Bayi yang awalnya memiliki kebutuhan kini bergeser menjadi memiliki permintaan. Namun, permintaan tersebut tidak pernah terpuaskan oleh objek.


Ketika bercermin, bayi melihat citraannya, kemudian melihat objek yang ada, dalam hal ini adalah ibu, dan kembali pada citraan cermin. Kemudian sang ibu mengatakan bahwa citraan tersebut adalah aku pada diri bayi sehingga sang bayi menganggap bahwa apa yang dilihatnya di cermin adalah aku. Namun, pada kenyataannya itu bukanlah dirinya, melainkan hanya sebuah citra. Hal ini yang disebut oleh Lacan sebagai suatu identifikasi yang merupakan kesalahpahaman (mconnaissance). Inilah yang menyebabkan mengapa Lacan menyebut tahapan cermin, yang dikaitkan sebagai tahapan permintaan, sebagai fase imajiner.


Di fase ini, konsep tentang diri mulai diciptakan melalui identifikasi Imajiner dengan citra di cermin. Citraan cermin yang salah dipersepsi oleh bayi sebagai dirinya disebut sebagai Je-idal (suatu diri utuh sempurna yang sama sekali tidak memiliki kekurangan). Je-idal ini kemudian terinternalisasi dalam diri sang bayi.


3. Fase simbolik


Pada tahapan selanjutnya, sang bayi mulai memasuki fase simbolik yang ditandai oleh adanya konsep hasrat dan pengenalan terhadap bahasa. Wilayah simbolik merupakan struktur bahasa dan sosial yang harus dimasuki oleh bayi agar menjadi subjek yang berbicara untuk mengatakan aku. Bahasa pada tahap ini merupakan bentuk pemenuhan dari ketiadaan akan sesuatu. Bayi yang berada pada fase ini menggunakan bahasa untuk mengidentifikasi dan berkomunikasi guna memenuhi hasratnya.


Pada tahapan ini, bayi sudah berkembang dan mengenal konsep subjek dan objek secara utuh. Dalam tahapan ini pula, yang juga disebut sebagai fase oedipal, sang bayi mulai mengenal dan menuntut pemenuhan atas apa yang disebut sebagai hasrat. Namun, hal tersebut tidak akan pernah bisa terpenuhi karena terdapat hal-hal yang menghalangi pemenuhan hasrat tersebut. Bayi harus mengikuti aturan-aturan yang dibuat oleh objek. Selain itu, bayi yang pada tahap sebelumnya hanya menyadari adanya keterpisahan dengan sang ibu, pada tahap ini ia mulai menyadari bahwa ada hal-hal yang memisahkan dirinya dengan ibunya. 


BACA JUGA:



  • 4 Fakta Penting Seputar Krisis Paruh Baya (Midlife Crisis)

  • 6 Tanda Kelainan Mental Pada Anak-anak yang Tak Boleh Diabaikan

  • Mengenal Tanda-Tanda Kekerasan Pada Anak






0 Response to "Yang Terjadi Pada Anak di Fase Cermin (Mirror Stage)"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

loading...

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel

loading...