Langkah Utama yang Wajib Dilakukan Setiap Orangtua untuk Mencegah Difteri
Penyakit difteri kembali merebak di Indonesia. Kemenkes melaporkan dalam rentang Oktober-November 2017, bakteri difteri ditemukan menyebar di 20 provinsi Indonesia. Itu sebabnya Pemerintah kini menjadikan wabah difteri sebagai KLB alias Kejadian Luar Biasa. Apa yang membuat bakteri difteri kembali menunjukkan taringnya di Indonesia, dan apa yang bisa kita lakukan untuk menghentikan penyebaran penyakit ini?
Sekilas tentang penyakit difteri
Difteri adalah penyakit yang disebabkan oleh Corynebacterium. Infeksi ini biasanya menyerang tenggorokan, hidung, serta kulit. Penyakit difteri menyebar dengan cepat melalui partikel udara ketika batuk atau bersin sembarangan (tidak menutup mulut atau memakai masker), meludah sembarangan, serta dari kontak kulit dengan barang-barang pribadi yang terkontaminasi. Menyentuh luka yang terinfeksi bakteri penyebabnya juga dapat membuat Anda terekspos penyakit ini.
Gejala umum yang biasanya muncul adalah radang tenggorokan dan serak, sulit bernapas dan menelan, hidung meler, ngiler berlebihan, demam menggigil, bicara melantur, dan batuk yang keras. Rentetan gejala ini disebabkan oleh racun bakteri yang ikut terhanyut ke dalam aliran darah dan merusak jantung, ginjal, sistem saraf otak, serta jaringan tubuh sehat lainnya.
Indonesia pernah dinobatkan sebagai negara bebas difteri oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO) semenjak tahun 1990-an. Bakteri ini sempat bertamu pada tahun 2009, namun berhasil diberantas pada tahun 2013. Tidak sampai pertengahan Oktober 2017 lalu, kasus baru penyakit difteri kembali muncul. Tercatat bahwa hampir lebih dari 95 kabupaten di 20 provinsi terjangkit difteri. Daerah yang termasuk adalah Sumatera Barat, Jawa Tengah, Aceh, Sumatera Selatan, Sulawesi Selatan, Kalimantan Timur, Riau, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Timur.
Apa yang menyebabkan difteri kembali mewabah di Indonesia?
Pada awalnya difteri bisa tidak menampilkan gejala berarti. Itu sebabnya banyak orang yang sebenarnya sudah terinfeksi bisa sama sekali tidak sadar kalau dirinya sakit. Sayangnya, sampai saat ini bakteri difteri tidak ada obatnya. Oleh karena itu, satu hal yang bisa dilakukan dan dijamin efektif adalah mencegah penyebaran bakteri.
Pencegahan bakteri difteri hanya bisa dilakukan lewat vaksin alias imunisasi. WHO telah mewajibkan setiap negara untuk melakukan vaksin rutin demi mencegah mewabahnya penyakit menular. Inilah yang juga sudah dilakukan oleh Kementerian Kesehatan RI sejak lama.
Sayangnya, tidak semua anak Indonesia mendapatkan vaksin lengkap, termasuk imunisasi difteri, akibat terbentur oleh berbagai macam hal. Menurut data Profil Kesehatan Indonesia, pada tahun 2015 cakupan imunisasi dasar lengkap pada balita hanya mencapai 86,54 persen saja. Sementara, angka yang ditargetkan pemerintah saat itu adalah sebesar 91 persen.
Menurut data dari Kemenkes RI, 66% kasus difteri yang muncul belakangan ini disebabkan karena ketidaksadaran, kelalaian, dan/atau penolakan terhadap vaksinasi. Banyak orangtua yang ragu atau bahkan menolak sama sekali untuk mengimunisasi anaknya karena memercayai kesalahpahaman yang beredar di masyarakat. Misalnya, kabar burung yang bilang bahwa imunisasi menyebabkan kelumpuhan atau autisme dua mitos yang salah besar dan sudah dibantah oleh begitu banyak penelitian medis sahih. Hal inilah yang memicu kembalinya penyakit difteri mewabah di Indonesia setelah sekian tahun lamanya.
Anak Indonesia wajib diimunisasi untuk mencegah penyebaran difteri
Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dan Kementerian Kesehatan Indonesia tidak henti-hentinya menghimbau setiap orangtua untuk sesegera mungkin membawa anak-anaknya untuk mendapatkan imunisasi difteri (yang termasuk dalam rangkap vaksin DPT), baik di klinik ataupun Puskesmas.
Nyatanya, penyakit difteri sangat mudah menyerang anak dan balita yang tidak diimunisasi dan kemudian menyebar ke daerah lainnya. Itu sebabnya kenapa setiap anak wajib untuk diimunisasi. Bahkan, orang dewasa pun masih bisa terkena difteri. Munculnya kasus difteri pada orang dewasa sebagian besar disebabkan karena tidak divaksin atau status imunisasi yang kurang lengkap sejak kecil.
Sadari juga gejala difteri sebelum terlambat
Penyakit difteri bisa tidak menimbulkan gejala apapun pada awalnya. Namun begitu, tetap waspadai gejala awal yang mungkin muncul dari infeksi ini, seperti demam tinggi (di atas 38 derajat Celsius), munculnya selaput berwarna keabuan di tenggorokan yang mudah berdarah saat dilepas, nyeri saat menelan, disertai dengan pembesaran kelenjar getah bening, dan sesak napas serta suara mengorok.
Jika Anda mencurigai anak Anda atau anggota keluarga Anda lainnya sudah terjangkit difteri, jangan tunda pengobatan dan segera bawa ke rumah sakit terdekat. Langkah pengobatan darurat untuk difteri biasanya melibatkan isolasi (agar tidak menyebar ke orang lain) serta pemberian anti difteri serum (ADS) dan antibiotik (penicillin dan erythromycin).
Jika tidak tertangani dengan baik, bukan hanya Anda berisiko menularkan penyakit ini pada orang lain, namun juga bisa berujung pada kematian. Anak-anak dan lansia lebih rentan mengalami komplikasi yang termasuk gagal pernapasan, peradangan otot jantung (miokarditis), gagal jantung, dan gagal ginjal. Diperkirakan satu dari lima dan lansia di atas 40 tahun meninggal dunia akibat komplikasi difteri.
0 Response to "Langkah Utama yang Wajib Dilakukan Setiap Orangtua untuk Mencegah Difteri"
Post a Comment