9 Tes Kehamilan

9 Tes Kehamilan
Jalani serangkaian tes untuk mencegah hal-hal buruk yang bisa mengancam janin. Sebelum menjalani sebuah tes, konsultasi dulu dengan dokter, agar Anda memiliki cukup bekal informasi seputar tes yang akan dijalani.

1. Tes umum reguler.
Dilakukan setiap kali pemeriksaan rutin kehamilan. Untuk memeriksa kondisi fisik ibu, seperti mengukur tinggi badan saat pertama kali datang, tinggi puncak rahim (fundus uteri) yang dilakukan saat usia kehamilan 20 minggu ke atas, berat badan dan tekanan darah. Tujuan: Untuk mengetahui berapa kenaikan berat badan Anda selama hamil yang idealnya 6-16 kg. Pemeriksaan tekanan darah untuk deteksi dini hipertensi selama hamil.

2. Tes urin. Dilakukan bila ada keluhan, seperti nyeri saat buang air kecil atau tekanan darah yang tinggi. Anda diminta memberikan sampel urin dalam wadah plastik steril untuk dianalisa.
Tujuan:
  • Jika kadar protein tinggi atau positif, mungkin ada gangguan fungsi ginjal. Bila terjadi di trimester akhir, bisa jadi tanda komplikasi dari hipertensi, yakni pre-eklampsia.
  • Kalau kadar keton tinggi, pertanda Anda tidak cukup makan atau mengalami dehidrasi sehingga tubuh memecah lemak untuk mendapat energi.
  • Ada bakteri, bisa jadi tanda infeksi saluran kemih.
  • Kadar gula tinggi saat usia kehamilan 20 minggu, mungkin Anda mengidap diabetes gestational, namun perlu pemeriksaan lebih detail.
3. Ultrasonografi (USG). Menurut Ketentuan WHO, sebaiknya USG dilakukan minimal 4 kali selama kehamilan, yaitu sekali pada trimester pertama dan trimester kedua, serta dua kali pada trimester ketiga. Pemeriksaan dengan Menempelkan alat bernama transducer yang mengeluarkan gelombang suara ultra di perut Anda sehingga di monitor tampak tampilan fisik bayi yang Anda kandung. Pada USG transvaginal, transducer yang berbentuk seperti mikrofon kecil dimasukkan ke dalam vagina. Tak usah takut, pemeriksaan ini aman untuk dilakukan. Tujuan: Untuk mengetahui kondisi fisik bayi, berapa usia bayi, kapan prediksi waktu kelahirannya, ada atau tidaknya cacat fisik dan jumlah janin. Terkait dengan tujuan ini, ketepatan USG 2 dimensi sebenarnya sudah lebih dari 90%. Namun, bila Anda ingin lebih akurat lagi atau bila diperkirakan ada kelainan bibir sumbing pada bayi, maka Anda bisa meminta dilakukan pemeriksaan USG 3 dimensi atau bahkan 4 dimensi yang bisa memberikan pencitraan gambar yang lebih baik.

4. Amniosentesis. Dilakukan saat usia kehamilan 14-18 minggu, lalu yang kedua dilakukan pada akhir trimester ketiga. Dengan menusukkan sebuah jarum ke rahim dengan dipandu alat USG untuk mengambil sampel cairan amnion (ketuban), sekitar 10-20 ml. Risiko keguguran saat melakukan tes ini sekitar satu persen, bahkan kurang.
Bertujuan untuk mengetahui
  • Ada atau tidaknya kelainan kromosom seperti trisomi 21 (sindroma Down, yakni keterbelakangan pertumbuhan fisik dan mental anak), trisomi 13 (sindroma Pataum, yakni kelainan otak, jantung, ginjal tangan dan kaki), dan trisomi 18 (sindrom Edwards, yakni kelainan jantung dan ginjal), kelainan cacat bawaan seperti talasemia, dan kelainan sistem tabung saraf. Hasil tes ini didapat dari tes amniosentesis yang pertama.
  • Kematangan paru-paru, untuk tes amniosentesis yang kedua.
  • Amniosentesis juga bisa dilakukan untuk mengeluarkan cairan ketuban pada kasus di mana ukuran rahim membesar namun tidak sesuai dengan usia kehamilan, sehingga timbul keluhan sesak napas akibat diafragma mendesak paru-paru.
5. Nuchal Translucency Screening. Antara usia kehamilan 11-14 minggu. Melihat kejernihan area di sekitar jaringan di belakang leher janin dengan alat USG. Ketidaknormalan adalah bila ada lebih banyak cairan di belakang leher sehingga tampak ada ruang jernih yang lebih besar di area tersebut dibanding bayi normal. Tes ini aman, tidak berisiko menyebabkan keguguran. Tujuan: untuk mengetahui apakah bayi berisiko mengidap sindroma Down. Namun, tes ini sering menunjukkan hasil yang kurang akurat karena hanya melihat tampilan hasil USG. Bila hasil tes positif masih perlu pemeriksaan lebih lanjut lewat pemeriksaan laboratorium Free beta-hCG (human Chorionic Gonadotropin) dan alpha-fetoprotein  untuk membuktikan apakah bayi benar-benar menderita sindrom Down.

6. Chorionic Villus Sampling (CVS). Dilakukan antara usia kehamilan 10-12 minggu, atau paling lambat usia 13 minggu. Pemerikasaan dengan memasukkan sebuah tabung lewat vagina ke serviks (leher rahim) dengan dipandu alat USG untuk mengambil sampel jaringan dari plasenta yang disebut chorionic villi. Risiko terjadi keguguran saat dilakukan pemeriksaan tersebut sekitar 1-2 persen, sehingga tes ini biasanya dilakukan pada ibu hamil yang memang punya risiko menurunkan masalah genetik atau kromosom pada bayi yang dikandungnya.
Tujuan untuk mengetahui
  • Ada atau tidaknya kelainan kromosom seperti trisomi 21, trisomi 13, trisomi 18 dan sindrom down; kelainan kromosom seks, seperti sindroma Turner (wanita hanya dengan kromoson X, bukan XX) dan sindroma Klinefelter (laki-laki yang memiliki kromosom XXY, bukannya XY). Hasil tes atas kelainan ini 99% akurat.
  • Ada atau tidaknya kelainan genetis seperti cystic fibrosis, penyakit sickle cell dan Tay-Sachs. Namun, tes ini tidak bisa mendeteksi kelainan sistem tabung saraf, seperti spina bifida (bentuk tulang punggung tidak sempurna).
  • Saat melakukan CVS, ada 1% kemungkinan hasilnya mosaicism, yakni sel-sel yang dites menunjukkan ada ketidaknormalan kromosom dan ada juga yang normal. Bila terjadi hal ini, sebaiknya lakukan tes amniosentesis atau tes lain untuk memastikan apakah janin memang mengalami kelainan.
7. Alpha-Fetoprotein (AFP). Dilakukan Saat usia kehamilan 16-18 minggu. Mengambil sampel darah, biasanya dari pembuluh vena di tangan. Tes ini aman dilakukan namun hasil keliru ternyata biasa terjadi, sehingga tes ini sebaiknya tidak berdiri sendiri. Karena itu pemeriksaan alpha-fetoprotein biasa dibarengi dengan pemeriksaan laboratorium Free beta-hCG. Tujuan: Untuk mengetahui jumlah alpha-fetoprotein yang terikat dengan hormon estradiol (hormon seks) di dalam darah. Bila kadar hormon ini tinggi, berarti anak menderita kelainan sistem tabung saraf, seperti spina bifida.
Tes Free beta-hCG dilakukan sebagai lanjutan dari Nuchal Translucency Screening. Tes darah ini dilakukan berbarengan dengan tes alpha-fetoprotein untuk mengetahui apakah bayi positif menderita sindrom Down, misalnya.

8. Pregnancy Diabetes Screening. Biasanya  dilakukan saat usia kehamilan 24-28 minggu. Namun, bila Anda punya riwayat menderita diabetes, tes dilakukan di usia kehamilan 13 minggu. Sekitar 2-3 hari sebelum melakukan tes ini, Anda diminta makan makanan yang tinggi karbohidrat lalu berpuasa semalam atau sekitar 8 jam sebelum tes dilakukan. Darah hasil berpuasa tersebut dites, lalu Anda diberikan minuman yang mengandung glukosa. Dua jam kemudian darah Anda kembali dites.
Tujuan: untuk mengetahui apakah Anda menderita diabetes gestasional yang bisa dialami wanita hamil meski sebelumnya Anda tidak punya riwayat penyakit diabetes. Bila Anda ternyata mengidap diabetes gestational yang bisa berakibat bayi Anda lahir dengan kelebihan berat badan, maka Anda akan diminta melakukan diet, olahraga teratur dan tes darah rutin untuk memonitor kondisi Anda. Beberapa ibu hamil bahkan memerlukan suntikan insulin untuk mengatasinya.

9. Group B Streptococcus (GBS). Saat usia kehamilan 36 minggu. Memasukkan sebuah alat lalu mengusapkannya di dalam vagina untuk mengambil sampel yang akan diuji. Tes ini aman dilakukan. Tujuannya: untuk mengetahui keberadaan bakteri GBS karena Anda tidak akan merasakan gejala-gejala berkembangnya bakteri GBS dalam vagina, kecuali Anda melakukan tes tersebut. Bila ternyata jumlah bakteri GBS tinggi, maka Anda akan diberi obat antibiotik saat melahirkan untuk mencegah bayi terinfeksi bakteri ini. Perlu diketahui, GBS bisa membuat bayi sakit infeksi darah, meningitis, bahkan meninggal. Bayi semakin berpeluang terinfeksi bila ketuban sudah pecah dan bayi masih lama lahir.

0 Response to "9 Tes Kehamilan"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

loading...

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel

loading...