Benarkah Depresi Meningkatkan Risiko Serangan Jantung

Stress atau depresi lazim ditemukan pada orang-orang yang mengidap penyakit berat. Hal ini lebih sering ditemukan perempuan dibandingkan laki-laki. Depresi menyebabkan berbagai proses kimiawi di dalam tubuh yang menyebabkan meningkatnya angka kecacatan dan kematian akibat penyakit berat, termasuk penyakit jantung. Namun, apakah depresi menyebabkan potensi serangan jantung meningkat?
Sebelum kita membahas hubungan depresi dengan risiko serangan jantung, kita perlu mendeskripsikan apa itu depresi. Banyak skala atau skor yang mampu mendiagnosis depresi. Secara sekilas Anda mungkin bisa membedakan orang depresi atau tidak. Namun, diagnosis depresi secara klinis ditegakkan berdasarkan Diagnostic and Stattistical Manual of Mental Health V (DSM V) pada tahun 2013. Di Indonesia, penerapannya disederhanakan melalui Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ) yang dikeluarkan oleh Kementarian Kesehatan RI.
Apa saja gejala depresi?
Gejala khas individu yang depresi adalah:
- Mood yang depresif. Hal ini dapat dilihat dari raut wajah yang murung, tatapan kosong, dan keadaan tubuh yang tidak segar.
- Berkurangnya energi yang mengakibatkan keadaan mudah lelah dan berkurangnya aktivitas. Biasanya orang yang berada dalam episode depresi menghindari kontak dengan orang lain dan cenderung mengurung diri.
- Kehilangan minat dan kegembiraan.
Gejala tidak khas (namun merujuk ke arah depresi) antara lain:
- Kepercayaan diri berkurang
- Konsentrasi dan perhatian berkurang
- Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis
- Rasa bersalah dan merasa tidak berguna
- Adanya gagasan atau perbuatan yang membahayakan diri bahkan sampai pada upaya bunuh diri
- Gangguan tidur, baik sulit tidur maupun tidur terus menerus
- Nafsu makan berkurang
Stres dan depresi berhubungan timbal balik dengan penyakit kardiovaskular atau penyakit jantung. Setidaknya ada 2 penelitian yang menunjukkan bahwa depresi mampu meningkatkan potensi seseorang mengalami serangan jantung. Whang dkk melaporkan bahwa depresi mempunyai hubungan yang kuat dengan kejadian Penyakit Jantung Koroner (PJK) yang fatal pada perempuan usia 30-55 tahun, yang sebelumnya TIDAK mempunyai riwayat PJK. Begitupun Wassertheil-Smoller dkk dalam penelitiannya terhadap perempuan post menopause TANPA riwayat penyakit kardiovaskular sebelumnya. Hasil yang sama menunjukkan bahwa gejala depresi berhubungan bermakna dengan meningkatnya risiko kematian akibat serangan jantung.
Bagaimana depresi bisa meningkatkan potensi serangan jantung?
Pada saat seseorang mengalami depresi, terjadi ketidakseimbangan senyawa kimia (neurotransmitter) di dalam tubuh. Itulah sebabnya, seseorang terlihat murung dan tidak bertenaga. Selain itu ada 2 jalur kimia tubuh yang mengalami kekacauan. Jalur yang pertama adalah sistem saraf autonom yang mengatur tekanan darah dan pembuluh darah, sedangkan jalur kedua adalah jalur HPA, sebuah jalur yang menghubungkan otak dengan kelenjar adrenal. Kelenjar adrenal ini adalah pabriknya hormon, sehingga bila pabrik ini bermasalah akan berakibat pada ketidakseimbangan hormon dalam tubuh.
Pada jalur pertama, kekacauan itu menyebabkan keluarnya senyawa katekolamin. Senyawa ini bertanggung jawab pada banyak hal. Akibat banyaknya katekolamin, platelet (keping darah) meningkat yang akhirnya membuat darah mengental. Selain itu, terjadi kerusakan pembuluh darah karena jumlah katekolamin yang banyak di darah. Hal ini menyebabkan tekanan darah meningkat dan kemampuan jantung menurun. Kombinasi ini adalah kombinasi yang tepat untuk membuat blokade di pembuluh darah yang menuju jantung, sehingga serangan jantung pada orang depresi tidak dapat dihindarkan.
Pada jalur kedua, kekacauan di pabrik hormon menyebabkan keluarnya senyawa kortisol. Kortisol memanggil banyak senyawa yang menyebabkan peradangan di pembuluh darah. Kerusakan pembuluh darah memudahkan lemak tersangkut dan membuat blokade yang menyebabkan serangan jantung. Dua mekanisme ini cukup menjelaskan bahwa orang depresi memiliki potensi serangan jantung yang lebih tinggi dibandingkan orang normal. Perubahan senyawa dalam tubuhnyalah yang berperan dalam hal tersebut.
Bagaimana cara mencegah serangan jantung pada orang yang depresi?
Program rehabilitasi adalah pilihan terbaik untuk orang-orang dalam fase depresi. Program ini mudah dan murah dilakukan, meliputi pengaturan berat badan, peningkatan aktivitas fisik dan dukungan sosial serta penghentian kebiasaan merokok.
Aktivitas fisik juga bermanfaat untuk menurunkan berbagai faktor risiko serangan jantung dan menurunkan risiko depresi. Aktivitas fisik yang teratur juga dapat mengalihkan perhatian perempuan dari kebiasaannya merokok, sekaligus membantunya untuk menjaga berat badan dan mengontrol faktor risiko lainnya. Begitu pun dukungan sosial sangat membantu penderita depresi agar dapat menemukan kepercayaan diri dan kembali bersosialisasi dan beraktivitas secara normal. Semakin cepat fase depresi berakhir, maka semakin kecil potensi terkena serangan jantung.
Obat-obatan anti depresi juga membantu menghilangkan gejala depresi. Oleh sebab itu, pendampingan oleh dokter ahli kejiwaan juga memiliki peranan yang besar. Melalui minum obat dan kontrol yang teratur, orang dalam fase depresi tidak perlu mengalami serangan jantung yang mungkin akan memperparah fase depresinya.
0 Response to "Benarkah Depresi Meningkatkan Risiko Serangan Jantung"
Post a Comment