Jika Tidak Segera Diobati, Batuk Rejan Tingkatkan Risiko Epilepsi Pada Anak
Anak kecil sering batuk karena sistem kekebalan tubuhnya belum sekuat anak yang lebih tua dan orang dewasa. Biasanya batuk bisa diobati pakai obat generik tanpa harus menebus resep dokter. Namun, jika batuk anak berlangsung lama, batuknya parah, juga disertai napas terengah dan suara mengi (napas berbunyi ngik-ngik), Anda perlu segera membawanya ke dokter. Gejala ini dikhawatirkan menjadi pertanda penyakit pertusis alias batuk rejan. Apa bahayanya?
Apa itu pertusis?
Pertusis, dikenal sebagai batuk rejan, adalah infeksi saluran pernapasan yang disebabkan oleh bakteri Bordetella pertussis. Batuk rejan sangat mudah menular melalui mulut dan hidung. Misalnya ketika anak batuk atau bersin tidak menutup mulut. Ludah dan air liur yang menyembur dapat mengenai orang lain di sekitarnya, sehingga bakteri dapat masuk dan berkembang biak di tubuh inang yang baru.
Pertusis lebih sering terjadi pada bayi kurang dari satu tahun dan anak-anak kecil berusia satu sampai enam tahun.
Tahapan infeksi batuk rejan
Tanda-tanda dan gejala batuk rejan biasanya baru muncul sekitar 10 hari setelah terinfeksi. Proses infeksi pertusis dibagi menjadi tiga fase. Pertama diawali dengan fase katarhal yang ditandai dengan gejala flu umum (hidung tersumbat, hidung berair, batuk, bersin-bersin, mata merah, dan demam ringan). Meski tampaknya sepele, fase ini merupakan masa yang paling menular. Fase ini dapat berlangsung hingga beberapa minggu setelah gejala batuk muncul.
Fase selanjutnya adalah paroksismal, yang ditandai dengan gejala batuk terus menerus yang berlangsung selama beberapa menit. Pada anak yang sudah agak besar, batuk akan disertai napas mengi yang keras saat menarik napas. Gejala pertusis selama fase ini juga bisa disertai dengan muntah setelah batuk. Pada fase ini, batuk terutama terjadi di malam hari.
Fase terakhir adalah konvalesens, di mana anak akan tetap mengalami batuk kronis yang bertahan sampai beberapa minggu setelah fase paroksismal terlewati. Gejala batuk pertusis bertahan dalam jangka waktu panjang dan butuh waktu yang lama untuk sembuh. Itu sebabnya batuk rejan juga dikenal dengan istilah batuk 100 hari walaupun lama sakitnya tidak benar-benar 100 hari.
Jika tidak ditangani, komplikasi batuk rejan bisa berakibat fatal
Fase pertama dari perkembangan batuk pertusis adalah masa di mana infeksi sangat rentan menular. Namun begitu, di fase kedualah orangtua perlu sangat berhati-hati dan jangan sampai menunda pengobatan medis. Fase paroksismal memiliki tingkat risiko kematian yang paling tinggi.
Pasalnya, batuk keras yang terjadi terus menerus selama beberapa menit dapat menyebabkan paru anak kelelahan. Ada kemungkinan besar anak dapat mengalami sesak napas atau bahkan hingga sulit bernapas (apnea). Pada akhirnya, paru yang kelelahan bisa membuat anak kekurangan oksigen (hipoksia) dan berujung pada gagal napas yang berakibat fatal.
Sekitar setengah dari jumlah bayi berusia kurang 1 tahun yang terinfeksi batuk pertusis harus menjalani perawatan rumah sakit untuk komplikasi pernapasan serius seperti pneumonia, atau kelainan otak. Sebuah penelitian dari Denmark melaporkan bahwa bayi yang mengalami batuk pertusis berisiko lebih tinggi untuk mengalami epilepsi pada masa kanak-kanak.
Menurut data Badan Kesehatan Dunia (WHO), ada sekitar 30-50 juta kasus batuk rejan per tahum di dunia dan menyebabkan 300.000 kematian. Di Amerika Serikat, kasus penyakit ini diperkirakan sekitar 800.000 sampai 3,3 juta kasus per tahun.
Batuk rejan dapat dicegah dengan vaksin
Batuk rejan mudah menular. Namun vaksin DtaP dan Tdap dapat membantu mencegah penyebaran infeksi. Risiko penularan bahkan bisa ditekan drastis hingga 55 persen hanya dengan vaksin.
Sedangkan untuk penanganannya, yang harus diperhatikan oleh orang tua adalah terapi yang diberikan lebih bersifat suportif, perhatikan asupan nutrisi dan kebutuhan cairan anak. Kedua adalah mencegah terjadinya gagal napas dan kekurangan oksigen.
Ketiga, anak berusia kurang dari 1 bulan yang mengalami batuk rejan akan dirawat di ruang isolasi serta diberikan antibiotik (erythromycin dan azithromycin).
0 Response to "Jika Tidak Segera Diobati, Batuk Rejan Tingkatkan Risiko Epilepsi Pada Anak"
Post a Comment