Fotografer Alegra Ally, Abadikan Persalinan Perempuan Suku Pedalaman
Jalan-jalan ke berbagai negara di dunia pasti bisa menjadi hal mengasyikan, tapi bagaimana jika berpetualang ke suku-suku pedalaman di dunia? Jawabannya adalah, saaangaaat mengasyikan. Itulah yang dirasakan Alegra Ally, pemenang penghargaan etnografi dan fotografi yang fokus mengabadikan kehidupan perempuan suku pedalaman di dunia.
Seperti dilansir babble.com, perempuan 38 tahun ini telah mengunjungi 10 suku pedalaman di dunia, diantaranya Himba di Namibia, Meakambut dan Kosua di Papua Nugini, komunitas Taut Batu di Palawan, Filipina, komunitas nomaden Changpa di India, dan Nenets dari Semenanjung Yamal di Siberia.
Inilah pengalaman yang mengubah hidup saya, perjalanan yang selama dua dekade (20 tahun) membuat saya seperti saat ini, kata Ally.
Pada tahun 2011 Ally membuat Wild Born Project, sebuah project yang menampilkan interaksi fotografi, etnografi, dan cerita masyarakat adat, khususnya pada kehamilan, kelahiran dan kehidupan budaya serta adat yang dijalani perempuan suku pedalaman di seluruh dunia.
Ally yang memulai petualangannya saat remaja ini mengatakan selalu takjub dengan kisah-kisah perempuan yang ia temui. Misalnya, dia menemukan beberapa budaya yang menghormati dan merayakan menstruasi pertama seorang gadis. Suku Himba di Namibia merayakannya dengan menari, dan bernyanyi selama satu minggu yang puncaknya sang gadis dinobatkan sebagai ratu.
Berikut hasil jepretan Alegra Ally tentang kehidupan lahiriah perempuan suku pedalaman di berbagai dunia;
1. Inilah Katjtindi, seorang perempuan Suku Himba di Namibia yang sedang melahirkan dibantu dua orang perempuan lainnya dalam sebuah gubuk beralas pasir.
2. Katjtindi berhasil melahirkan seorang bayi perempuan yang gemuk dan lucu.
3. Suku Himba di Namibia mewajibkan setiap gadis yang mendapatkan menstruasi pertamanya untuk menjalani ritual adat mereka.
4. Suku nenet di Siberia hidup secara nomaden. Tak terkecuali perempuan yang sedang hami, akan melahirkan dan memiliki anak bayi. Seperti inilah keadaan mereka yang harus tinggal di daerah dengan suhu minus 60 derajat celcius.
5. Saat melakukan perjalanan, anak-anak kecil dipakaikan baju dan sarung tangan tebal untuk menghangatkan tubuh mereka. Inilah perjalanan ambisius Ally yang mengikuti migrasi tahunan suku tersebut sejauh 1000 km.
6. Inilah tenda sementara yang dibangun dalam perjalanan migrasi. Ally tampak senang bermain dengan salah satu anak Siberia.
7. Sekelompok penduduk asli di Pulau Palawan, Fillipina yang disebut Taut Batu ini tinggal di dalam hutan hujan dengan prisip hidup saling mengasihi.
8. Topografi daerah ini sangat terjal dan penduduknya hidup berjauhan. Saat mencari makan di hutan, mereka pergi bersama dengan anak-anaknya. Saat sang ibu berkisah tentang proses kelahiran kepada Ally, sang ayah memandikan anaknya di sungai yang berair jernih.
9. Pertama kali Ally melakukan perjalanan adalah ke Papua Nugini. Ini adalah salah satu perempuan hamil yang hidup di pedalaman Papua Nugini.
10. Daripada suku-suku di pedalaman hutan lainnya yang Ally kunjungi, masyarakat disini sudah mengenal berpakaian layaknya orang perkotaan. Meski begitu daerah ini masih jauh dari penanganan medis yang memadai untuk sebuah proses persalinan.
Semua hasil perjalanan Ally baik sejarah lisan, mitos, ritual dan budaya serta adat tempat-tempat yang ia kunjungi dituangkan dalam sebuah buku berjudul Women at the End of the land. Perjalanan yang ia lalui membuka pikirannya bahwa kehamilan dan persalinan bukan dianggap sebagai kondisi medis.
Kini, Ally yang sedang hamil dan menetap di Australia berharap dirinya dan suaminya yang juga pemimpin ekspedisi Erez Beatus bisa menjelajahi Afrika selama enam bulan bersama bayi mereka yang akan lahir di bulan Maret 2018.
Ia juga akan membuat organisasi nirlaba yang akan bekerja sama dengan bidan, doula, dan perempuan lainnya untuk membangun tempat bersalin dan bertukar pengetahuan dengan bidan setempat.
0 Response to "Fotografer Alegra Ally, Abadikan Persalinan Perempuan Suku Pedalaman"
Post a Comment