3 Mitos Soal Malnutrisi yang Paling Sering Disalahpahami

Penyebab malnutrisi (gizi buruk atau tidak seimbang) bukan semata karena tingkat ketersediaan pangan di masyarakat. Akan tetapi juga terkait dengan faktor pengetahuan, keterampilan, dan sikap, yang tidak memadai dalam mengatur pola makan dan mengetahui kandungan gizi dalam makanan. Selain itu, pengaruh budaya dalam keluarga atau dan mitos yang berkembang di masyarakat turut mengambil peran.
Read Also
Malnutrisi juga bisa terjadi pada kalangan ekonomi menengah ke atas
Anak yang kurang gizi tak hanya terjadi pada kalangan ekonomi menengah ke bawah, yang kerap kesulitan mendapatkan bahan pangan dengan gizi seimbang untuk memenuhi kebutuhan nutrisi. Kurang gizi juga bisa terjadi pada anak dari kalangan menengah atas. Ini dikarenakan pola asuh yang tidak tepat.
Pola asuh orangtua turut menentukan status gizi anak. Kondisi kurang gizi bukan hanya disebabkan oleh ketidakmampuan orangtua menyediakan bahan pangan berkualitas dan bergizi. Bagaimana orangtua memberikan makanan kepada anak juga punya andil terhadap status gizi anak.
Pada kalangan menengah atas, informasi mengenai gizi bukan lagi menjadi masalah. Mereka mudah mendapatkan akses informasi, tak seperti kalangan menengah bawah yang membutuhkan bahkan mengandalkan para kader gizi misalnya, untuk memastikan anak mereka terpenuhi kebutuhan nutrisinya.
Hal ini menunjukkan pemahaman gizi anak saja tidak cukup, jika orangtua tidak turut andil dalam pemberian makanan pada anak. Begini, sebagian orang dalam kalangan menengah atas bisa jadi memahami manfaat ASI tapi belum tentu mau memberikan ASI secara cukup atau eksklusif.
Mereka juga paham MPASI dimulai saat bayi berusia enam bulan, harusnya dengan gizi seimbang. Namun, beberapa orangtua hanya menyerahkan anaknya ke pengasuh (seperti pengasuh atau kakek/nenek) tanpa memantau kebersihan dan kandungan gizi dari MPASI serta kapan MPASI diberikan. Jadi, jangan kaget kalau saat periksa ke dokter anak atau Posyandu, bayi dinyatakan mengalami malnutrisi.
Anak yang kegemukan juga termasuk malnutrisi
Salah kalau selama ini Anda mengira bahwa anak yang kekurangan gizi hanya ditandai dengan tubuh yang sangat kurus atau perut membesar (busung lapar). Pasalnya, anak atau orang dewasa yang tubuhnya kegemukan juga termasuk malnutrisi akibat pola makan yang tidak seimbang.
Bagaimana bisa? Anak bisa menjadi sangat gemuk karena tubuhnya kekurangan nutrisi tertentu, misalnya serat, vitamin, dan mineral. Kurangnya nutrisi-nutrisi tersebut, ditambah dengan kelebihan lemak dan gula, akhirnya bisa berujung pada obesitas.
Jadi, jangan sampai Anda atau orang-orang di sekitar Anda berpikiran, Ah, tidak apa-apa anak saya gemuk. Yang penting tidak kekurusan karena kurang gizi. Padahal, anak yang terlalu gemuk juga sebenarnya mengalami malnutrisi dan sangat membutuhkan perbaikan pola makan.
Mitos-mitos yang tidak benar bisa jadi pemicu kurang gizi
Kurangnya zat gizi juga dipengaruhi faktor mitos dan kebiasaan mengenai makanan dan gizi saat masa hamil. Ada makanan tertentu yang diberikan atau tidak diberikan karena kebiasaan di masyarakat.
Misalnya pada ibu hamil, ada mitos yang mengatakan bahwa ibu hamil tidak boleh makan ikan karena bayinya bisa bau amis. Di daerah tertentu ada juga mitos yang melarang anak balita makan telur karena bisa bisulan. Hal itu merupakan dua contoh mitos yang keliru karena telur dan ikan justru merupakan sumber makanan dan gizi yang baik untuk ibu hamil dan anak balita.
Bila gizi dari makanan tersebut lantas tidak digantikan dengan sumber protein dan asam lemak yang baik dari makanan lainnya, anak pun berisiko kurang gizi.
0 Response to "3 Mitos Soal Malnutrisi yang Paling Sering Disalahpahami"
Post a Comment