Wabah Mematikan The Great Plague, Mungkinkah Terjadi Lagi

Pernahkah kamu mendengar The Great Plague of London? Ini adalah salah satu tragedi sejarah yang membunuh 15% warga kota London, Inggris. Kejadian yang terjadi dari tahun 1665 hingga 1666 ini memberikan ketakutan besar kepada warganya. Penduduk dengan status ekonomi tinggi memutuskan untuk pindah ke pedalaman, namun penduduk dengan status ekonomi rendah tetap tinggal di rumahnya dan menunggu ajal. Diceritakan dalam sejarahnya, bahkan Raja Inggris saat itu, Charless II, memutuskan untuk pindah ke Oxford karena bahaya epidemik tersebut.
Penderita akan menampilkan gejala bejolan kehitaman di sekitar ketiak, paha, dan leher. Penderita juga merasakan sakit kepala yang tak tertahankan diikuti dengan muntah-muntah dan demam.
Berbagai macam cara dicoba sebagai cara preventif dan represif. Kepercayaan pada masa itu membuat anak-anak membawa beberapa kuntum bunga mawar sebagai cara untuk mencegah penyebaran penyakit ini. Bagi mereka yang bernasib buruk; terjangkit penyakit ini, lintah dipercaya dapat mengisap habis darah kotor yang menyebabkan penyakit ini. Namun, semua hasilnya nihil. Korban yang berjatuhan tak terelakkan. Korban-korban ini dikuburkan massal dengan cara dimasukkan ke dalam satu lubang besar.
Beruntungnya, penyakit ini hanya terjadi dalam satu tahun; bayangkan jika terjadi selama bertahun-tahun. Muncul beberapa kemungkinan kenapa penyakit ini benar-benar sembuh dari London. Pertama, kebakaran besar London atau The Great Fire of London yang membantu mematikan sumber penyakit ini. Selain itu, udara yang dingin juga memperbaiki suasana dengan mematikan sumber dari penyakit ini.
Sebenarnya penyakit apakah ini? Walaupun pada masa itu penyakit ini dianggap sebagai kutukan dari Tuhan. Sekarang, peneliti memberikan jawaban akan beberapa hal mengenai penyakit yang tidak lain dan tidak bukan dibawa oleh hewan pengerat yang suka sekali berada di kehidupan manusia; tikus.
Yersinia pestis, sang wabah mematikan yang jadi biang keladi
Tiga ratus lima puluh tahun setelah wabah ini benar-benar mati, peneliti melakukan tes DNA pada gigi korban wabah ini. Penelitian yang dilakukan di Max Planck Institute menyatakan dengan jelas bahwa bioterorisme yang terjadi tiga abad lalu adalah tak lain dan tak bukan disebabkan oleh Yersinia pestis.
Yersinia pestis pertama ditemukan oleh Alexandre Yersin pada tahun 1894. Kutu tikus, Xenopsylla cheopis, menjadi inang dari bakteri ini dan bersemayam di tubuh tikus yang terinfeksi dengan bakteri ini. Setelah tikus terinfeksi, gigitan dari tikus ini bisa sangat membahayakan untuk manusia dan mamalia lainnya. Pada kasus lainnya, pada abad ke-14, bangsa Eropa pernah kekurangan wool karena Y. pestis menyerang domba-domba yang ada.
Terdapat tiga bentuk penyakit yang ditimbulkan karena terinfeksi Y. pestis ini; bubonic, septicemic, dan pneumonic. Pada kasus The Great Plague of London, kasus bubonic paling banyak terjadi. Penyakit ini ditandai dengan adanya benjolan pada kelenjar nodus limpa yang disebut dengan bubo. Biasanya, benjolan ini bisa tumbuh hingga sebesar telur. Benjolan ini juga biasanya ada di sekitar leher, ketiak, dan paha dalam. Setelah terinfeksi, 2-6 hari adalah waktu inkubasi bagi bakteri ini. Setelah maksimal hari ke-6, demam, pusing kepala, dan rasa lelah berlebihan dapat menjadi salah satu ciri seseorang terkena penyakit bubonic ini. Ada satu efek samping yang menyebabkan penderitanya mendapatkan tanda kehitaman pada tubuh karena penyakit ini. Tingkat kematian pada bubonic adalah 1-10% pada kasus yang diobati dan 40-60% ada kasus yang tidak diobati.
Selain bubonic, ada juga septicemic. Septicemic muncul setelah seseorang sebelumnya terserang dengan penyakit bubonic. Gejala yang ditampilkan seperti flu, hal ini yang menjadikan septicemic sulit didiagnosis. Hal ini berakibat meningkatnya tingkat kematian pada penderita menjadi 40% pada kasus yang diobati dan 100% pada kasus yang tidak diobati.
Penyakit paling serius yang disebabkan oleh Y. pestis adalah pneumonic. Gejala yang ditimbulkan adalah batuk-batuk, dahak berdarah, sakit pada dada, dan tubuh kebiru-biruan. Jika tidak diobati dalam 24 jam, penyakit ini dapat menyebabkan kematian dengan tingkat kematian 100%.
Apakah yersinia pestis ada obatnya?
Sebelum mulai masuk ke pengobatan, ada tidaknya bakteri Y. pestis diuji dengan tes hemaglutinasi pasif (PHA). Setelah dinyatakan positif, tes x-ray pada paru-paru, tes dahak, dan tes nodus limpa diperlukan untuk melihat apakah ada tanda-tanda penyakit pneumonic.
Pada seseorang yang berhubungan dengan patogen, misalnya pada tempat yang terkena bencana alam, penggunaan vaksin untuk melumpuhkan sejenak Y. pestis bisa dilakukan; vaksin ini juga telah ada dari pertengahan abad ke-19. Namun, tingkat kesembuhannya masih diperdebatkan, sehingga diperlukan penggunaan antibiotik streptomycin dan chloramphenicol dapat melumpuhkan bakteri ini. Dibutuhkan juga terapi gabungan untuk menaikkan tingkat kesembuhan.
Apakah wabah mematikan ini bisa terjadi lagi di masa kini?
Beruntung sekali kita hidup di abad ke-21 ini karena telah ditemukan antibiotik. Bayangkan saja bagi penderita pada kasus The Great Plague of London, atau mundur lagi ke masa lalu, kisah Black Death mematikan sekitar 50 juta penduduk Eropa pada tahun 1346-1353, padahal diperkirakan jumlah penduduk Eropa adalah 80 juta orang. Seram, ya? Inilah pentingnya untuk segera ke dokter ketika kamu digigit tikus.
0 Response to "Wabah Mematikan The Great Plague, Mungkinkah Terjadi Lagi"
Post a Comment