Sterilisasi Pada Wanita, Perlukah

?

Dari sekian banyak jenis pengontrol kehamilan, salah satu cara yang paling ekstrem adalah sterilisasi pada wanita, yang menghapus secara permanen kemampan wanita untuk mengandung. Melalui proses sterilisasi, tuba falopi wanita akan ditutup dengan beberapa cara seperti menutup dan mengikat tuba melalui proses tubal ligation, menutupnya menggunakan aliran elektrik, klip, maupun cincin. 

Saat tuba falopi ditutup, tidak akan ada lagi sel telur yang dilepaskan dari dalam ovarium menuju rahim untuk dibuahi, sehingga sperma tidak dapat mencapai sel telur dan kehamilan pun terhindarkan. Sebetulnya, prosedur sterilisasi ini adalah prosedur medis yang aman dan tidak membahayakan nyawa, meski masih memiliki berbagai risiko, seperti terjadinya kehamilan ektopik di dalam tuba falopi.

Sterilisasi yang dilakukan dengan benar, dapat memberikan banyak manfaat bagi para pasangan suami istri yang tidak ingin menambah keturunan lagi, tanpa mengubah susunan hormon pihak wanita.Semua aktivitas hormonal wanita dapat berjalan dengan normal, tanpa menimbulkan gejala pre-menopause atau bahkan mempercepat menopause. Para wanita yang memutuskan melakukan sterilisasi, juga masih dapat menerima haid secara teratur.

Kekurangan dari sterilisasi terletak pada sifatnya yang permanen dan mustahil untuk dibatalkan jika telah dilakukan. Terdapat jenis operasi desterilisasi, namun bagi wanita, hal ini cenderung lebih sulit karena jaringan tuba falopi kemungkinan sudah tidak bersisa lagi untuk disambungkan. Karena itu, sterilisasi bukanlah pilihan bagi pasangan suami istri yang masih ingin memiliki keturunan di masa mendatang.

4 Jenis Prosedur Sterilisasi
Terdapat berbagai jenis prosedur sterilisasi, mulai dari tanpa luka bukaan operasi atau metode hysteroscopic yang disebut essure, metode bukaan luka operasi yang terdiri dari laparoscopy, mini-laparotomy, dan laparotomy, hingga hysterectomy yang berisiko tinggi.

1. Essure
Prosedur Essure dilakukan dengan cara memasukkan microinsert ke dalam setiap tuba falopi yang akan memicu pertumbuhan alami jaringan untuk menutup lubang bukaan tuba falopi. Diawali dengan bius lokal yang diberikan untuk membuat serviks mati rasa, microinserts kemudian dimasukkan menggunakan hysteroscope yang berukuran kecil dan berbentuk seperti tabung kaku.

Essure membutuhkan waktu selama tiga bulan sebelum bekerja secara efektif dan harus diikuti dengan follow up menggunakan X-ray untuk memastikan pemblokiran tuba falopi berhasil dilakukan. Dibandingkan dengan prosedur lain, Essure merupakan prosedur yang lebih aman dengan pemulihan yang cepat dan tanpa luka. 

2. Laparascopy
Dalam prosedur laparascopy, pemberian bius dapat beragam dari bius lokal, regional, hingga bius total. Perut lalu akan dibuat menggembung dengan suntikan gas karbon dioksida agar dokter dapat melihat organ dalam tubuh secara jelas. Luka sayatan lalu dilakukan di dekat pusar untuk memasukan laprascopy yang berbentuk seperti tongkat bercahaya dan lensa untuk melihat. Laparascope kemudian akan mencari lokasi tuba falopi.

Setelah menemukannya, akan dimasukkan alat untuk menutup tuba falopi yang kadang dapat melalui sayatan kecil kedua. Dalam menjalani prosedur ini, tidak diperlukan rawat inap.

3. Mini-Laparotomy
Bentuk lain dari dilakukannya sterilisasi adalah dengan mini-laparotomy, biasanya langsung dilakukan setelah persalinan tanpa menggunakan gas atau laparascopy. Sayatan akan dilakukan di bawah pusar atau di atas garis rambut kemaluan dengan bius lokal. Begitu tuba falopi ditemukan, tuba falopi akan diikat atau diklip, maupun diestrum dengan aliran listrik untuk memblokir jalurnya. Proses pemulihan akan memakan waktu beberapa hari.

4. Laparotomy
Laparotomy termasuk jenis operasi besar, dengan sayatan sebesar dua hingga lima inci di perut. Prosedurnya cukup serupa dengan prosedur laparotomy, hanya dengan proses pemulihan yang mengharuskan rawat inap. 

Komplikasi akibat sterilisasi pada wanita tergolong sangat jarang terjadi. Bentuk komplikasi yang mungkin terjadi pada sterilisasi dengan luka sayatan meliputi pendarahan, infeksi, hingga reaksi alergi terhadap bius. Bius lokal dan regional dapat membantu menghilangkan rasa sakit secara lebih aman namun lebih minimum daripada bius total. Biasanya, akan diberikan obat penghilang rasa sakit.

Setelah menjalani sterilisasi, beragam reaksi dapat timbul, mulai dari rasa pusing, lelah, mual, kembung, pegal pada pundak, kram perut, cairan yang keluar dari vagina, hingga haid ringan.Semua gejala ini bisa berlangsung selama satu hingga tiga hari. Selama tidak timbul pendarahan dari bekas luka sayatan, tidak terjadi demam, dapat bernapas secara normal, perut tidak terasa sakit, hingga tidak mengalami keluarnya cairan berbau dari vagina, maka prosedur sterilisasi Anda termasuk berhasil.(PA)

Ditinjau oleh: dr. Putri Intan Primasari

0 Response to "Sterilisasi Pada Wanita, Perlukah"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

loading...

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel

loading...